Citra Satelit WORLDVIEW-2 diluncurkan tanggal 8 oktober 2009, dengan pencitraan panchromatic pada resolusi 46-52 Cm dan pencitraan multispectral pada resolusi 1.84- dan 2.08-meter

Thursday, October 28, 2010

Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

Perubahan iklim akan berdampak terhadap akselerasi kenaikan muka laut yang akan menimbulkan dampak dan mempengaruhi masyarakat yang hidup di wilayah pesisir di berbagai belahan dunia. Kenaikan muka laut ini akan menimbulkan dampak seperti perendaman/penggenangan pesisir/pulau-pulau kecil, peningkatan banjir, erosi pantai, intrusi air laut dan perubahan proses-proses ekologi di wilayah pesisir. Perubahan yang terjadi pada aspek biologi-fisik ini juga akan berdampak terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir seperti hilangnya infrastruktur, penurunan nilai-nilai ekologi, dan nilai ekonomi sumberdaya pesisir.  

Pulau-pulau kecil merupakan salah satu daerah yang paling rentan terhadap kenaikan muka laut.  Fenomena ini telah ditunjukkan oleh pulau-pulau kecil di beberapa negara SIDS (small island development state) di kawasan pasifik.  Untuk merespon fenomena ini, kajian kerentanan terhadap kenaikan muka laut dan pengembangan strategi adaptasi menjadi sangat penting.  Pulau-pulau kecil sebagai tempat/lokasi yang sangat kecil, menyebabkan seluruh kegiatan di pulau tersebut, baik karena pengaruh dari luar maupun pengaruh internal dari sistem pulau-pulau kecil akan berinteraksi satu sama lainnya di pulau tersebut.   


Pulau-pulau kecil  ini tergolong unik ditinjau dari sisi bio-fisik, geografi, penduduk yang mendiami, budaya dan daya dukung lingkungannya.  Kawasan pulau-pulau kecil dikenal sebagai kawasan yang memiliki kekayaaan sumberdaya cukup besar, seperti kekayaan ekosistem, kekayaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan.  Kawasan pulau-pulau kecil memiliki ekosistem produktif, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Kawasan pulau-pulau kecil juga menyediakan sumberdaya ikan dan berbagai kekayaan sumberdaya alam yang tidak terbarukan seperti energi kelautan. 

 Pemanasan Global (global warming)
Pemanasan global pada prinsipnya adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun yang disebabkan efek rumah kaca (greenhouse effect) dimana terjadi peningkatan  emisi gas  seperti karbondioksida, metana, dinitrooksida dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.  Pemanasan global memberikan dampak yang cukup luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik dan sosial ekonomi. Dampak tersebut antara lain adalah kenaikan muka air laut, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara gangguan terhadap permukiman penduduk.
 

Kenaikan Muka Laut

Selama proses pemanasan global (perubahan iklim), dua proses utama yang menyebabkan kenaikan rata-rata muka laut global adalah :
1.    Pemanasan lautan yang menyebabkan pengembangan massa air yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume air (lautan), dan
2.    Pencairan es di daerah kutub yang juga menyebabkan peningkatan massa air.   
Selain itu, pada beberapa wilayah pesisir terjadi subsiden yang menambah kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut (USCCSP 2009).  Perubahan muka laut dalam skala lokal tergantung pada perubahan yang terjadi pada skala global dan regional serta faktor-faktor lokal (Nicholls 2002).   Komponen-komponen perubahan muka laut tersebut adalah (Church et al. 2001):
a.    Kenaikan rata-rata muka laut global, yaitu peningkatan volume global lautan karena pemasanan global dan mencairnya es di kutub.
b.    Faktor meteo-oseanografi regional seperti variasi spasial dampak ekspansi panas, perubahan tekanan atmosfir dalam jangka panjang dan perubahan sirkulasi lautan.
c.    Pergerakan vertical daratan yang disebabkan oleh berbagai proses geologi dan tektonik.  

Perubahan iklim telah memicu pemanasan global yang selanjutnya berdampak terhadap sumberdaya air di muka bumi.  Dampak dari perubahan iklim ini (pemanasan global) antara lain adalah perubahan curah hujan, perubahan suhu permukaan laut dan perubahan evapotransvirasi (Swinnerton 1993).  Penomena gas rumah kaca telah meningkatkan suhu permukaan laut global antara 1,5 sampai 4,5 oC.  Peningkatan pemanasan sebesar itu akan menyebabkan kenaikan muka laut global antara 20 – 140 cm  pada pertengahan abad ini.  Pada tahun 2100 muka laut akan naik pada kisaran 1,44 m higgga 2,7 m (Begum, 1993). 

Lindh dan Lindhagen (1993) merujuk  Houghton et.al. (1990) dan UNEP (1992) memprediksi kenaikan muka laut antara 8-29 cm pada tahun 2030, dan akan menjadi 21-71 cm pada tahun 2070.  Peneliti lainnya yang juga melakukan estimasi terhadap kenaikan muka laut adalah Huffman et.al. (1983) yang membagi dalam kisaran mid-range low pada tahun 2025 setinggi 26 cm, tahun 2050 setinggi 53 cm dan tahun 2075 setinggi 91 cm.  Sedangkan perkiraan mid-range high pada tahun 2025 setinggi 39, tahun 2050 setinggi 79 cm dan tahun 2075 setinggi 137 cm. 

Terdapat banyak literatur yang menjelaskan bahwa sampai saat ini memang terjadi kecenderungan kenaikan paras laut yang signifikan secara global. Nilai rata-rata global, kecepatan kenaikan paras laut berdasarkan hasil pemantauan saat ini adalah sekitar 2.5 mm/tahun. Secara lokal, di lokasi-lokasi tertentu bahkan dapat mencapai nilai maksimum kira-kira 30 mm/tahun (Cazenave & Nerem, 2004). Nilai kenaikan yang signifikan tersebut terutama disebabkan oleh mengembangnya suhu air laut (Cabanes et al, 2004).

Dampak Kenaikan Muka Laut
Beberapa dampak kenaikan muka laut adalah:

(1)              Dampak perubahan muka laut dan kegiatan manusia terhadap sistem sungai
Erosi pantai merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi di kawasan pesisir.  Erosi pantai ini merupakan salah satu dampak yang timbul akibat perubahan muka laut.  Proses- proses yang memiliki kontribusi terhadap hilangnya lahan pesisir sebagai akibat kenaikan muka laut adalah (1) perendaman lahan pesisir sebagai akibat langsung dari kenaikan muka laut, (2) erosi pantai akibat berkurangnya masukan sedimen dari sungai, (3) erosi yang diakibatkan oleh gelombang yang diinduksi oleh angin dan (4) erosi pantai dalam rangka menjaga dinamika keseimbangan profil pantai (Dharmasena 1993).   Kehilangan lahan pesisir yang diakibatkan oleh aksi gelombang diperkirakan 300 ha per 100 tahun.  Untuk menjaga keseimbangan dinamis profil pantai selama kenaikan muka laut, sejumlah pasir dari suatu pantai ditambahkan ke pantai yang lebih rendah untuk meninggikan dasar dari pantai bagian depan (Dharmasena 1993)

Hasil kajian yang dilakukan oleh Mikhailov (1993) memperlihatkan adanya perubahan muka laut di Laut Aral sejak tahun 1961.  Perubahan ini sebagai akibat alam dan aktivitas manusia yang menurunkan aliran air dari Sungai Amudarya dan Sungai Syrdarya.  Mikhailov (1993) menyajikan data yang menggambarkan perubahan secara kontinyu dari waktu ke waktu.  Dalam kurun waktu 11 tahun (1961-1972), dimana perubahan muka laut mencapai 3 m.  Kemudian pada tahun 1980 perubahan yang terjadi mencapai 8 m, dan pada tahun 1991 perubahan yang terjadi mendekati 15 m.  Kenaikan muka laut juga telah memicu erosi dan banjir di Delta Niger, Nigeria.  Kedua dampak ini telah menyebabkan terisolasinya  pemukiman, kawasan insdustri, gangguan terhadap sistem transportasi dan komunikasi, terganggunya berbagai fasilitas industri minyak dan pariwisata bahari (Ibe 1993).  Selain itu, akibat banjir ini juga telah meningkatkan salinitas air permukaan perairan rawa dan sungai.   

(2)              Dampak perubahan muka laut terhadap instrusi air garam dan air tanah
Peningkatan muka laut akan memberikan dampak terhadap sistem morfologi, hidrologi, kondisi lingkungan wilayah  pesisir secara umum seperti delta dan lahan basah.  Daerah delta tidak hanya terancam oleh banjir tetapi juga oleh intrusi air laut ke dalam air permukaan dan air tanah (Gufta dan Loof 1993).  Volker (1987) dalam Gufta dan Loof  (1993) mengindikasikan bahwa rembesan air garam dari laut dan dari estuaria ke dalam aquifer pesisir akan meningkat sebagai konsekuensi dari peningkatan penetrasi di estuaria.    

Regim salinitas di estuaria Gambia di bagi menjadi tiga zona, yaitu (1) zona antara 0-100 km memiliki salnitas kurang dari 10 permil, (2) zona 100-250 km memiliki salinitas antara 1-10 permil, dan (3) zona lebih dari 250 km memiliki salinitas kurang dari 1 permil. Kenaikan muka laut di kawasan ini telah meningkatkan penetrasi air garam ke lahan daratan (inland) (Manneh 1993).  Di Sungai Mae Klong gradien salinitas di sepanjang sungai cukup tinggi dan kisaran instrusi air garam antara 20-30 km (Vongvisessomjai 1993). 

(3)              Dampak perubahan muka laut terhadap sosial ekonomi
Implikasi kenaikan muka laut di pesisir Delta Nila akan mempengaruhi aktivitas ekonomi penduduk di sana.  Jumlah penduduk di Delta Nila sekitar 45 % dari penduduk Mesir (El-Fishawi 1993).  Delta Nila memberikan kontribusi sekitar 40 % produksi pertanian dan 60 % produksi perikanan laguna dan laut (Sestini 1988) dalam El-Fishawa (1993).  Peningkatan relatif muka laut di Delta Nila akan mencapai 49 cm pada tahun 2025 dan 94 cm pada tahun 2050.  Dengan peningkatan muka laut sampai 50 cm akan mempengaruhi lahan sekitar 1.750 km2 dan mempengaruhi 4 juta manusia.  Apabila kenaikan muka laut mencapai 100 cm akan mempengaruhi 5.000 km2 dan akan berdampak terhadap sekitar 7 juta penduduk  atau sekitar 7 % dari total penduduk di Mesir (El-Fishawa 1993).  

Dampak sosial ekonomi sebagai akibat kenaikan muka laut juga terjadi di wilayah pesisir Municipality Ystad, Swedia.  Kelompok atau grup yang terkena dampak dari kenaikan muka laut adalah (1) kelompok masyarakat sebagai pemilik perumahan pribadi di kawasan pesisir, (2) penduduk yang tinggal di kawasan pesisir, (4) Pekerja yang berkerja pada berbagai bidang di kawasan pesisir, serta pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut, (3) orang-orang atau perusahan yang membangun industri di kawasan ini (Lindh and Lindhagen 1993).  Dampak kerugian yang dialami akibat kenaikan muka laut di kawasan pesisir Municipality Ystad ini meliputi dampak ekonomi (kerugian materi) dan dampak sosial, berupa hilangnya kenyaman  masyarakat. 

(4)              Dampak perubahan muka laut terhadap ekologi
Kenaikan muka laut akan mempengaruhi seluruh ekosistem pesisir, khususnya terumbu karang dan mangrove.  Pernetta (1993) melakukan kajian dampak kenaikan muka laut terhadap ekosistem mangrove.  Kenaikan muka laut akan menyebabkan perubahan salinitas dan penggenangan kawasan mangrove.  Perubahan salinitas dan penggenangan air ini akan mempengaruhi ekosistem mangrove.  Meskipun ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang hidup di kawasan pasang surut, namun dengan kenaikan muka laut, menyebabkan beberapa bagian dari kawasan mangrove tergenang sepanjang waktu.  Akibatnya, jenis-jenis mangrove yang tidak dapat bertahan dalam kondisi terendam yang cukup lama akan mengalami kematian.  Bagaimana komunitas mangrove melakukan respon terhadap kenaikan muka laut ini? Respon ekosistem mangrove terhadap kenaikan muka laut ini diantaranya adalah perubahan zonasi mangrove, perluasan lahan depan (landward extension). Jenis individu mangrove yang mampu melakukan adaptasi terhadap kenaikan muka laut ini yang dapat bertahan hidup. 

Ekosistem pesisir lainnya yang akan terpengaruh dengan kenaikan muka laut adalah terumbu karang.  Secara umum pertumbuhan karang (coral) mencapai 20 cm per tahun.  Namun dalam suatu komunitas karang, ada jenis-jenis tertentu yang memiliki pertumbuhan yang lebih lambat.  Apabila kenaikan perubahan muka laut dapat diikuti oleh pertumbuhan terumbu (reef), maka karang yang tumbuh sekitar 20 cm per tahun juga tidak akan mampu beradaptasi terhadap kenaikan muka laut ini (Done 1999).  Banyak fenomena yang menunjukkan dampak negatif dari kenaikan muka laut terhadap terumbu karang. Salah satu dampak yang menyebabkan kematian terumbu karang adalah pemucatan dan pemutihan terumbu karang.  Dampak lainnya adalah perubahan komunitas karang yang semula didominasi oleh karang keras berubah menjadi komunitas karang yang didominasi oleh karang lunak dan algae (Done 1999).   

Akibat kenaikan muka laut ini, agar tetap bertahan hidup, terumbu karang harus mampu beradaptasi terhadap kenaikan muka laut ini.  Beberapa cara yang dilakukan oleh terumbu karang untuk beradapatasi, yaitu penyesuaian tolerasi fisiologi vertikal dan penyesuaian pertumbuhan lateral (Done 1999). Kenaikan muka laut menyebabkan terbentuknya garis pantai baru (new shoreline), yang diikuti pula oleh pembentukan terumbu beting baru (new coral shoal).  Pembentukan terumbu beting baru ini dalam rangka beradaptasi terhadap perubahan muka laut.


(5)     Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Pulau-Pulau Kecil (PPK)
Hasil studi Susandi (2008) mengemukakan bahwa salah satu dampak utama dari perubahan iklim adalah kenaikan muka laut, kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan hutan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil. 

Peningkatan frekuensi dan intensitas banjir yang disebabkan oleh terjadinya perubahan pola hujan yang acak dan perubahan ataupun pergeseran musim, namun kemungkinan lainnya adalah akibat adanya kenaikan muka air laut ke daratan (daerah pemukiman). Diperkirakan pada dekade mendatang, frekuensi dan intensitas banjir diperkirakan akan meningkat sebesar 9 kali lipat, sekitar 80 % dari peningkatan tersebut terjadi di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil2

Daerah yang merupakan dataran rendah adalah daerah yang paling rentan terhadap kenaikan muka laut.  Beberapa wilayah di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa, pantai timur Sumatera, sebagian Kalimantan dan pantai barat Papua yang merupakan dataran rendah yang terancam oleh adanya kenaikan muka laut.  Selain itu, kenaikan muka laut di Indonesia akan menyebabkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir, rusaknya ekosistem mangrove, abrasi pantai, meluasnya intrusi air laut serta adanya dampak sosial ekonomi masyarakat yang bermukim di daerah pantai. Diprakirakan bahwa Indonesia akan mengalami kenaikan tinggi muka laut sebesar 1,1 m pada tahun 2100 dan akan kehilangan sekitar 90.260 km2 daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.


No comments:

Post a Comment